Search from the Journals, Articles, and Headings
Advanced Search (Beta)
Home > Educativo: Jurnal Pendidikan > Volume 1 Issue 1 of Educativo: Jurnal Pendidikan

Kebijakan Pembelajaran Yang Merdeka: Dukungan Dan Kritik |
Educativo: Jurnal Pendidikan
Educativo: Jurnal Pendidikan

Article Info
Authors

Volume

1

Issue

1

Year

2022

ARI Id

1682060067667_2371

Pages

45-53

DOI

10.56248/educativo.v1i1.7

PDF URL

https://www.educativo.marospub.com/index.php/journal/article/download/7/48

Chapter URL

https://www.educativo.marospub.com/index.php/journal/article/view/7

Subjects

Merdeka Belajar UN USBN RPP Zonasi

Asian Research Index Whatsapp Chanel
Asian Research Index Whatsapp Chanel

Join our Whatsapp Channel to get regular updates.

Abstract

The world of education in Indonesia is becoming a hot topic of discussion for all parties with the release of the new program of the Ministry of Education and Culture about indepedent learning. Four independent learning programs include replacing the National Examination, National Based School Examination, Learning Implementation Plan, zoning system. In 2020 the UN will be abolished and replaced by applying the Minimum Competency Assessment and Character Survey policy. Mininum Competency and Character Survey Assessment consists of the ability to reason using language (literacy), the ability to reason using math (numeracy), and strengthening of character education. The implementation of the USBN (National Based School Examination) in 2020 will be conducted with an exam held by the school. The test is conducted to assess student competency and can be done in the form of written tests or comprehensive assessment forms such as portfolios and assignments. This portfolio can later be done throughlui group assignments, paperwork. In making and planning lesson plans teachers are no longer burdened with many components such as the RPP curriculum 2013, but rather simplified to include only 3 aspects, namely learning objectives, learning activities and assessment. The aim is to reduce the burden of teacher administration, the four zonation zoning system changes planned by the new Ministry of Education and Culture to accommodate inequality of access and quality in various regions. Then the composition of the PPDB zoning path can accept students at least 50 percent, the affirmation path at least 15 percent, and the maximum transfer path is 5 percent. For the achievement path or the remaining 0-30 percent is adjusted to the regional conditions. Thus with the implementation of the new zoning system, high achieving children can have the school they want. By rolling out the policy of free learning, this must also be accompanied by an increase in the quality of human resources of educators and an improvement in the welfare of teachers and attention to the fate of honorary teacher staff. Merdeka learn whether it will be able to answer the problem of education in Indonesia, it still needs proof, but at least with the freedom of learning, teachers and students have been involved in teaching and receiving learning.

 

Keywords: Freedom of Learning, National Examination, USBN, RPP, Zoning

 

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan sarana untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaan dalam diri seorang individu. Potensi kemanusian adalah cikal bakal tumbuh dan berkembangnya seseorang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dengan pendidikan mampu mengembangkan seluruh aspek kepribadian dan kemampuan manusia secara pengetahuan, kompetensi, dan keterampilan di jamin dengan literasi yang modern (Altinyelken, 2015: 21). Adapun fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan budaya, instrumen transformasi kebudayaan dan alat pengembangan individual siswa (Taba, 1962: 18-30; Abd, Ali, Salleh, Alias, Kanapathy, & Hashim, 2018). Jhon Dewey melalui gerakan progresivisme mengatakan pendidikan sekolah dapat mempertimbangkan potensi, bakat dan minat anak (Orntein & Hunkins, 2013: 39; Dai, 2020). Malaysia juga mengembakan pendidikan yang holistik untuk membangun dan mengembangkan bangsanya (DaWan, Sirat, & Razak, 2018). Proses pendidikan yang dilakukan melalui pembelajaran dapat mengambangkan potensi peserta didik terutama kemampuan berfikir kritis, kreatif dan pengembangan potensi fisik dan mental sebagai usaha membentuk manusia seutuhnya yang beriman, mandiri dan bertanggung jawab sebagai warga masyarakat.

Selama puluhan tahun, metode pembelajaran di sekolah pun menekankan pentingnya menghafal daripada memahami (Dhar, Singh, Peng, & Chellappa, 2019), mematuhi perintah tanpa membuka ruang berdiskusi, serta menyeragamkan pemahaman ketimbang mengoptimalkan potensi tiap siswa (Prodjo, 7 Mei 2020). Kesiapan guru masih menjadi persoalan. Sekolah juga belakangan lebih sibuk melakukan indoktrinasi tentang kesalahan pribadi, ideologi, dan nasionalisme sempit. Lembaga pendidikan bukanlah mesin mencetak robot yang siap terjun kedunia kerja, namun ada subtansi yang lebih penting dari itu yaitu bagaimana lembaga pendidikan mampu memanusiakan manusia melalui sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik (Billett, 2018).

Pendidikan nasional Indonesia sudah diatur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada budaya, agama dan tanggap terhadap perubahan zaman. Sistim pendidikan saling terkait menjadi sebuah komponen terpadu demi mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam mencapai tujuan pendidkan nasional maka dibuat kurikulum yang berlandasan Filosofi (Clark, 2006), Sosiologi, Psikologi serta ilmu pengetahuan dan teknologi (Golen, 1982: 41). Kurikulum diberlakukan secara nasional di seluruh Indonesia. Semenjak Indonesia merdeka tahun 1945 telah terjadi 11 kali pergantian kurikulum nasional. Setiap terjadi pergantian kurikulum tenaga pendidik dan peserta didik adalah fihak pertama yang terkena dampak perubahan. Di mana akan terjadi pro dan kontra serta perang kepentingan antara pemangku kebijakan dan pelaksana pendidikan (Abdullah, 2007).

Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu lembaga pendidikan harus membuat kurikulum melahirkan manusia yang utuh yaitu lulusan yang bisa berkontribusi positif pada kemanusiaan dan lingkungannya, peduli terhadap demokrasi, dan sadar akan pentingnya memperjuangkan hak asasi manusia, terutama mereka yang minoritas dan terpinggirkan (Mullins, 2019).

Pada saat ini Indonesia menerapkan kurikulum 2013, dan masih ada perubahan perubahan yang terus dilakukan dalam keberlanjutan penerapan kurikulum 2013, artinya pelaksanaan kurikulum 2013 belum dapat dikatakan berhasil. Namun demikian dengan adanya kebijakan baru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang Merdeka Belajar, apakah akan mengubah subtansi dari kurikulum 2013 terkait mulai penerimaan peserta didik baru, desain pembelajaran, dan evaluasi. Apakah kebijakan pembelajaran yang merdeka akan mampu menjawab persoalan yang terjadi pada sistem pendidikan Indonesia? (Noviyanti, 2019; Abidah, Hidaayatullaah, Simamora, Fehabutar, & Mutakinati, 2020).

 

Kebijakan Pembelajaran Yang Merdeka: Dukungan Dan Kritik

Dalam pasal 5 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (OECD, 2012: 3; Manan, 2015; Shields, Newman, and Satz, 2017), baik mereka yang berlainan fisik, di daerah terpencil (Manan, 2015), maupun yang cerdas dan berkebutuhan khusus yang bisa berlangsung sepanjang hayat (Parisi, Kemker, Part, Kanan, & Wermter, 2019). Sementara pasal 6 menyatakan mewajibkan setiap warga negara berusia 7 – 15 tahun mengikuti pendidikan dasar dan menengah (OECD, 2016: 10). Dalam mencapai tujuan pendidikan nasional sepeti yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia disusunlah kurikulum secara nasional oleh lembaga pendidikan Indonesia dengan pemerintah sebagai pengambil kebijakan tertinggi. Semenjak Indonesia merdeka telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum di Indonesia (Machali, 2014), hal tersebut terjadi juga dengan China dengan fokus utama membuat kurikulum yang mampu menghadapi tantangan abad 21 (Law, 2014; OECD, 2016: 23-24).

Lembaga pendidikan Indonesia dengan kurikulum yang dibuat dapat memainkan peran utama yaitu mendidik peserta didik agar mampu berpikir kritis dan kreatif (Birgili, 2015). Dengan demikian, siswa dapat memahami masalah dengan tuntas, inovatif mencari jalan keluar, serta tangguh menghadapi beragam tantangan dan perubahan zaman (Mateo, 2020). Daripada menghidupkan kembali konsep link and match yang kurang berhasil pada 1990-an, pemerintah semestinya memprioritaskan penghapusan metode pembelajaran yang membelenggu kemerdekaan dan kreativitas beralih ke metode pembelajaran berbasis teknologi (Tsang, 2000; Bunatovich, Khidayevich, & Abdurakhmonovich, 2020). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah gencar-gencarnya mensosialisasikan 4 pokok kebijakan pendidikan merdeka belajar yaitu Program tersebut meliputi perubahan pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

 

1. Ujian Nasional (UN)

Semenjak Indonesia merdeka ujian nasional telah mengalami beberapa kali perubahan istilah.

a. Periode 1950 - 1964

Ujian akhir yang bersifat nasional dimulai sejak tahun 1950, pada periode ini sampai tahun 1964 ujian kelulusan disebut Ujian Penghabisan dan diadakan secara nasional. Soal-soal Ujian Penghabisan dibuat oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Soal-soal yang diujikan berbentuk uraian/essai dan hasil ujian diperiksa di pusat rayon.

 

b. Priode tahun 1965 - 1971,

Sistem ujian akhir yang diterapkan disebut Ujian Negara. Tujuannya adalah untuk menentukan kelulusan agar bisa masuk dalam sekolah negeri atau perguruan tinggi negeri.

 

c. Periode 1972 - 1979

Ujian Negara berganti menjadi Ujian Sekolah. Tujuan ujian adalah untuk menentukan peserta didik tamat atau telah menyelesaikan program belajar pada satuan pendidikan.Seluruh bahan ujian disiapkan oleh sekolah atau kelompok sekolah.

 

d. Periode 1980 - 2002

Istilah ujian nasional kembali menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) untuk mata pelajaran pokok dan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (Ebta) untuk mata pelajaran non-Ebtanas. Tujuan dari Ebtanas dan Ebta adalah untuk memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).

 

e. Periode 2005 - 2013

Istilah ujian berubah lagi menjadi Ujian Nasional (UN). Tujuan ujian ini adalah untuk (a) menentukan kelulusan, (b) membuat pemetaan mutu pendidikan secara nasional, (c) seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Perubahan sistem ujian akhir merupakan kebijakan dalam upaya pemerintah mencapai standar pendidikan nasional, ujian nasional sendiri dalam pelaksanaannya banyak menimbulkan permasalahan. Salah satu kelemahannya, ada tekanan yang cukup tinggi baik dari pihak sekolah, dinas, maupun pemerintah daerah. Hal ini mendorong sekolah/daerah untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum. Pelaksanaan ujian nasional pada tahun 2005 dilaksanakan dua kali, selain ujian nasional utama juga dilaksanakan juga ada ujian nasional ulang bagi mereka yang belum lulus ujian nasional utama. Pelaksananujian nasional ulang didasarkan pada banyak siswa yang telah diterima di perguruan tinggi (jalur mandiri), tetapi tidak lulus ujian nasional sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan ujian nasional ulang. Pada tahun 2006-2008 ujian nasional ulang ditiadakan karena dianggap tidak adil mengingat pelaksanaaan ujian nasional ulang pada tahun 2005 dianggap sebagai ajang "cuci gudang" dimana hampir semua peserta UN ulang dinyatakan lulus dengan rata-rata nilai yang cukup tinggi.

Sejak tahun 2006 mulai muncul kritik dari berbagai kalangan tentang pelaksanaan ujian nasional dan menuntut agar dihapuskan alasannya karena di anggap melanggar Hak Asasi Manusia yaitu hak anak untuk melanjutkan sekolah. Nilai keberhasilan peserta didik hanya di tentukan oleh ujian nasional sehingga banyak anak anak yang pintar karena mendapatkan nilai ujian nasional rendah sehingga tidak dapat melanjutan pendidikan sejenjang berikutnya (Silverius, 2010). Tuntutan tersebut ditujukan kepada pemerintah. Setelah melalui serangkaian persidangan, keputusan Mahkamah Agung atas tuntutan tersebut adalah bahwa ujian nasional dapat dilaksanakan apabila pemerintah memperbaiki kualitas guru dan sarana prasarana sekolah. Berdasarkan keputusan tersebut pemerintah telah berusaha memenuhi tuntutan tersebut, sambil melaksanakan perbaikan secara terus menerus dan ujian nasional tetap dilaksanakan.

Pada ujian tahun pelajaran 2010/2011, ujian nasional ulang kembali ditiadakan. Pada ujian nasional tahun 2011 dan 2012 jumlah paket yang digunakan dalam satu ruang ujian adalah 5 paket tes yang berbeda namun memiliki tingkat kesukaran yang relatif sama. Kriteria kelulusan menggunakan formula kelulusan ujian nasional: Rata-rata nilai akhir (NA) minimum 5,5 yang terdiri dari 60 persen nilai ujian nasional ditambah 40 persen nilai Sekolah/Madrasah. Ujian Nasional tahun pelajaran 2012/2013 dilakukan sejumlah penyempurnaan yaitu (a) penyiapan naskah dilaksanakan secara profesional sesuai dengan metodologi ilmiah dan standar seperti tahun-tahun sebelumnya, (b) penyatuan soal dengan lembar jawaban ujian nasional (LJUN) menutup kemungkinan kecurangan pengisian LJUN oleh orang yang tidak bertanggungjawab, (c) siswa lebih konsentrasi dalam mengerjakan ujian dan tidak memiliki kesempatan untuk bekerja sama dengan siswa lainnya, (d) penggunaan barcode menyebabkan penurunan secara signifikan kunci beredar, (e) sistem pengamplopan naskah bervariasi sehingga antar ruang belum tentu mendapatkan naskah soal yang sama.

Dalam pelaksanaan ujian nasional banyak kritikan masukan yang disampaikan masyarakat bahkan meminta agar ujian nasional di hapuskan selain mengeluarkan biaya yang sangat tinggi dalam sistem pendidikan nasional, ujian nasional juga dianggap tidak mampu mengembangan bakat dan kreatifitas siswa. Ujian nasional merupakan barometer untuk melihat tingkat keberhasilan sistem pendidikan nasional dari setiap daerah dan akhinya sampai saat ini ujian nasional kembali di berlakukan. Dengan munculnya kebijakan mengantikan ujian nasional dengan kebijakan asesmen kompetensi minimum dan surver karakter yang akan mulai di berlakuan tahun 2021 mendatang. Asesmen kompetensi mininum dan surver karakter terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan Matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter (Looney, 2009: 1).

 

2. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)

Pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) di atur dalam Peraturan Menteri (Permen) nomor 4 tahun 2018 tentang penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah. USBN sendiri baru diberlakukan pada tahun 2017, USBN mampu meningkatkan kinerja dan mencapai kemampuan kompetensi pada mata pelajaran tertentu (Rosidin, Herpratiwi, Firdaos, & Suana, 2019). Tetapi, Pada awal pelaksanaan telah banyak terjadi kecurangan dan kebocoran soal serta pelanggaran prosedur pada saat ujian di sekolah pada pelaksanaan USBN (Yatmano, 29 Maret 2017). Kelemahan pada sistem USBN sehingga perlu di lakukan evaluasi kembali. Kebijakan tentang USBN tidak hanya dilihat dari hasil evaluasinya saja, namun dalam proses membelajaran yang dilakukan oleh guru.

Dampak negatif pelaksanaan UASBN tidak hanya memakan biaya negara yang cukup besar namun juga terjadi pada proses belajar mengajar. Guru berlomba lomba memadatkan materi demi mencapai target standar kelulusan (SKL) yang akan diujikan, bahkan mata pelajaran yang tidak diuji dalam USBN tidak menjadi perhatian guru lagi. Walaupun tidak semua sekolah memiliki karakter seperti itu, tetapi itu Nampak sekali terihat pada sekolah dijenjang sekolah dasar. Para guru seakan lupa dengan tujuan pembelajarn yang sesungguhnya. Dalam hal ini, guru pun tidak boleh disalahkan 100%. Guru melakukan semua itu karena guru sudah masuk dalam sistem tersebut. Perlu diingat, hasil UASBN bagi anak sangat menentukan masa depan siswa. Nilai yang tidak memenuhi standar maka gagallah siswa melanjutkan ke sekolah idolanya. Hal inilah yang membuat guru berbondong memburu SKL dengan sedikit mengabaikan tujuan pendidikan yang sebenarnya (Alawiyah, 2015).

Selain mengeluarkan biaya yang cukup besar USBN di anggap sebagai salah satu jalan menghambat potensi dan bakat siswa. Peserta didik di paksa mengikuti aturan dan belajar hanya mengutamakan kognitif saja. Proses pembelajaran yang diberlakuan oleh sekolah menjadi siswa tidak aktif dan belum memiliki kemampuan berfikir kritis karena target guru adalah untuk mengejar SKL.Kembali pada tujuan belajar agar terjadinya perubahan tingkah laku, Siswa tidak hanya pasif menerima, menghafal dan mengingat kembali informasi, tetapi peserta didik harus aktif berfikir, menganalisis, memahami, dan mengaplikasikan informasi (Richey, Fields, & Foxon, 2001: 33-34; Sharif & Cho, 2015). Revisi pelaksanaan USBN yang awalnya dilakukan oleh pusat setelah ini penyelenggaraan USBN (Ujian Sekolah Berbasis Nasional) tahun 2020 akan dilakukan dengan ujian yang diselenggarakan oleh sekolah. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa dan dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian komprehensif seperti portofolio dan penugasan. Portofolio ini nantinya dapat dilakukan melalui tugas kelompok, karya tulis.

 

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD).Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan rencana pelaksanaan pembelajajaran tatap muka untuk satu kali pertemuan. RPP mengacu pada Dengan diberlakukannya Permendikbud nomor 81A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum 2013 maka RPP yang dibuat adalah mengembangkan tema lengkap dengan komponen-komponennya. Setiap pendidik pada suatu pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. RPP disusun berdasarkan KD atau subtema dan dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih.

Pengembangan RPP dapat dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun pelajaran dengan maksud agar RPP telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Pengembangan RPP dapat dilakukan oleh guru secara individu maupun berkelompok dalam Kelompok Kerja Guru (KKG) di gugus sekolah, di bawah koordinasi dan supervisi oleh pengawas atau dinas pendidikan. Kurikulum 2013 untuk Sekolah Dasar merupakan pendekatan pembelajaran Tematik Terpadu dari kelas I sampai kelas VI. RPP pada kurikulum 2013 memiliki banyak komponen dan bentuk asesmen. Ada 3 ranah asesmen yang dikembangan kognitif, afektif dan psikomotor. Setiap hari guru hanya di sibukkan dengan membuat perangkat pembelajaran RPP dan bentuk format format penilaian.

Salah satu prinsip pengembangan RPP adalah sesuai dengan yang dinyatakan dalam silabus dengan kondisi pada satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan emosi, maupun gaya belajar serta mendorong partisipasi aktif peserta didik. Namun demikian dengan terbebaninya guru dengan administrasi dan RPP sehingga pendidik kurang menperhatikan kemampuan peserta didiknya. Melalui kebijakan baru yang dikeluarkan oleh mentri pendidikan Nadiem Makarim yang ingin menyederhanakan bentuk RPP dengan menajdi tiga kompenen inti yaitu Tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan asesmen.

Dengan adanya kebijakan baru tentang penyederhanaan RPP ini, guru bebas membuat, memilih, mengembangkan, dan menggunakan RPP sesuai dengan prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada murid. Efisien berarti penulisan RPP dilakukan dengan tepat dan tidak menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Efektif berarti penulisan RPP dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berorientasi pada murid berarti penulisan RPP dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan, ketertarikan, dan kebutuhan belajar murid di kelas. Guru dapat tetap menggunakan format RPP yang telah dibuat sebelumnya, atau bisa juga memodifikasi format RPP yang sudah dibuat. RPP yang dibuat satu halaman mampu meningkatkan kualitas belajar siswa, jika di dukung oleh sumber daya tenaga pendidik yang berkualitas (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2019).

 

4. Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)

Sistim zonasi merupakan penyempurnaan dari sistim rayonisasi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau Bentuk Lain yang Sederajat. Dalam permendikbud tersebut, diatur mengenai sistem zonasi yang harus diterapkan sekolah dalam menerima calon peserta didik baru. dengan menerapkan sistem zonasi, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90 persen dari total jumlah peserta didik yang diterima. Domisili calon peserta didik tersebut berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat enam bulan sebelum pelaksanaan PPDB.

Radius zona terdekat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi di daerah tersebut. Kemudian sebesar 10 persen dari total jumlah peserta didik dibagi menjadi dua kriteria, yaitu lima persen untuk jalur prestasi, dan lima persen untuk peserta didik yang mengalami perpindahan domisili. Namun, sistem zonasi tersebut tidak berlaku bagi sekolah menengah kejuruan (SMK). Zonasi bertujuan untuk memeratakan kualitas pendidikan, untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, akuntabel, transparan, dan tanpa diskriminasi sehingga mendorong peningkatan akses layanan pendidikanSeleksi PPDB pada kelas VII SMP dan kelas X SMA/SMK mempertimbangkan kriteria dengan urutan prioritas sesuai dengan daya tampung berdasarkan ketentuan rombongan belajar. Urutan prioritas itu adalah: 1. Jarak tempat tinggal ke sekolah sesuai dengan ketentuan zonasi; 2. Usia; 3. Nilai hasil ujian sekolah (untuk lulusan SD) dan Surat Hasil Ujian Nasional atau SHUN (bagi lulusan SMP); dan 4. Prestasi di bidang akademik dan non-akademik yang diakui sekolah sesuai dengan kewenangan daerah masing-masing.

Perubahaan sistim zonasi yang di canangkan oleh kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang baru untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Maka komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. Dengan demikian dengan diberlakukan sistim zonasi yang baru maka anak anak yang berprestasi bisa memilih sekolah yang mereka inginkan.

Empat program pendidikan yang sedang hangat hangatnya menjadi perbincangan nasional telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Apalagi jika nanti disertai perubahan kuriukulum. Perubahan kurikulum tidak lah mudah Tapi perombakan kurikulum seharusnya tidak dilakukan semata-mata demi memenuhi tuntutan dunia industri. Pemerintah tidak semestinya terjebak konsep link and match dalam arti sempit, ketika lulusan sekolah dituntut menjadi tenaga yang siap dipakai dunia usaha. Pemerintah tetap harus menperhatikan kulitas guru sebagai ujung tombak pelaksanaan di lapangan.

Pendidikan harus dapat medidik generasi muda mejadi orang yang diinginkan (What men can became) oleh karena itu diperlukan program pendidikan dan kurikulum sebagai Vehicle for change sehingga responsif tuntutan perkembangan zaman (Ansyar, 2017:21). Sejogyanya kebijakan merdeka belajar dapat menjadi solusi bagi permasalahan pendidikan di negara kita.

 

KESIMPULAN

Proses pendidikan dikatakan berhasil ketika mampu menghasilkan lulusan yang tidak saja memiliki kemampuan kognitif atau hafalan namun juga mengembangkan kreatifitas, bakat, minat siswa. masalah, lain. Selain menghasilkan lulusan yang produktif di dunia kerja, yang lebih penting, lembaga pendidikan harus melahirkan manusia yang utuh: lulusan yang bisa berkontribusi positif pada kemanusiaan dan lingkungannya, peduli terhadap demokrasi, dan sadar akan pentingnya memperjuangkan hak asasi manusia, terutama mereka yang minoritas dan terpinggirkan. Kualitas pendidikan tetap menjadi prioritas utama pemerintah siapapun pembuat kebijakan untuk terus ditingkatkan. Menteri boleh berganti namun tujuan pendidikan nasional dan memberikan kesempatan seluruh anak Indonesia untuk bisa sekolah tetap yang utama. Keempat program kementrian pendidikan yang sedang gencar dibicarakan akhir akhir ini yaitu menerapkan kebijakan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karaktersebagai penganti Ujian Nasional, USBN, penyederhanaan komponen RPP guru serta sistem zonasi apakah mampu menjadi solusi dari permasalahan dunia pendidikan di Indonesia. Terlepas dari apakah kebijakan ini akan mampu menjawab tantangan di era industri 4.0 dan masyarakat 5.0 yang wajib menjadi perhatian pemerintah adalah meningkatkan kualitas sumber daya tenaga pendidik dan peningkatan kesejahteraan bagi guru karena mereka mengemban tugas negara sebagai ujung tombak pendidikan Indonesia sampai kepelosok terpencil, terluar, dan tertinggal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. (2007). Kurikulum Pendidikan Di Indonesia Sepanjang Sejarah (Suatu Tinjauan Kritis Filosofis). Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 13(66), 340-361. https://doi.org/10.24832/jpnk.v13i66.354

Abidah, A., Hidaayatullaah, H. N., Simamora, R. M., Fehabutar, D., & Mutakinati, L. (2020). The impact of COVID-19 to Indonesian Education and its Relation to the philosophy of "Merdeka Belajar". Studies in Philosophy of Science and Education, 1(1), 38-49. https://doi.org/10.46627/sipose.v1i1.9

Abd Majid, R., Ali, M. M., Salleh, N. M., Alias, A., Kanapathy, R., & Hashim, K. S. (2018). The Dynamic Holistic Development of Human Potentials and Wellbeing: Implication on Educational Policies. Journal of ICSAR, 2(1), 88-93.

Alawiyah, F. (2015). Perubahan kebijakan ujian nasional (studi pelaksanaan ujian nasional 2015). Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 6(2), 189-202. DOI: https://doi.org/10.46807/aspirasi.v6i2.513

Altinyelken, H. K. (2015). Evolution of curriculum systems to improve learning outcomes and reduce disparities in school achievement. Paper commissioned for the EFA Global Monitoring Report 2015, Education for All 2000-2015: achievements and challenges. https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000232420

Ansyar, M. (2017). Kurikulum Hakekat, Fondasi, Desain, & Pengembangan. Jakarta: Kencana

Billett, S. (2018). Distinguishing lifelong learning from lifelong education. Journal of Adult Learning, Knowledge and Innovation, 2(1), 1-7. https://doi.org/10.1556/2059.01.2017.3

Birgili, B. (2015). Creative and critical thinking skills in problem-based learning environments. Journal of Gifted Education and Creativity, 2(2), 71-80. DOI: 10.18200/JGEDC.2015214253

Bunatovich, U. H., Khidayevich, D. B., & Abdurakhmonovich, O. M. (2020). The Importance Of Modern Innovative Teaching Methods In The Higher Education System Of Uzbekistan. Journal of Critical Reviews, 7(7). 1064-1067. http://dx.doi.org/10.31838/jcr.07.07.194

Clark, J. (2006). Philosophy of Education in Today's World and Tomorrow's: A view from 'down under'. Paideusis, 15(1), 21-30. https://doi.org/10.7202/1072691ar

Dai, D. Y. (2020). Rethinking human potential from a talent development perspective. Journal for the Education of the Gifted, 43(1), 19-37. https://doi.org/10.1177/0162353219897850

Da Wan, C., Sirat, M., & Razak, D. A. (2018). Education in Malaysia towards a developed nation. http://hdl.handle.net/11540/8901

Dhar, P., Singh, R. V., Peng, K. C., Wu, Z., & Chellappa, R. (2019). Learning Without Memorizing. In Proceedings of the IEEE/CVF Conference on Computer Vision and Pattern Recognition (pp. 5138-5146). https://openaccess.thecvf.com/content_CVPR_2019 /html/Dhar_Learning_Without_Memorizing_CVPR_2019_paper.html

Golen, S. (1982). The Philosophical, Sociological, and Psychological Foundations of Curriculum. Bato Rouge, LA: College Business of Administration, Louisiana State University. https://eric.ed.gov/?id=ED215087

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2019). Kurangi Beban Guru RPP Cukup Satu Halaman, https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/kurangi-beban-guru-rencana-pelaksanaan-pembelajaran-rpp-cukup-satu-halaman.

Law, W. W. (2014). Understanding China's curriculum reform for the 21st century. Journal of Curriculum Studies, 46(3), 332-360. https://doi.org/10.1080/00220272.2014.883431

Looney, J. W. (2009). Assessment and Innovation in Education. OECD Education Working Papers, No. 24, OECD Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/222814543073

Machali, I. (2014). Kebijakan perubahan kurikulum 2013 dalam menyongsong Indonesia emas tahun 2045. Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 71-94. https://doi.org/10.14421/jpi.2014.31.71-94

Manan, M. (2015). The Implementation of The Right to Education in Indonesia. Indonesia Law Review, 5(51). http://dx.doi.org/10.15742/ilrev.v5n1.137

Mateo, J. L. R. (2020). Life Long Learning: For A Future-Ready Workforce. The Asean, 4. 20. https://asean.org/asean-socio-cultural/

Mullins, R. (2019). Using Dewey's Conception of Democracy to Problematize the Notion of Disability in Public Education. Journal of Culture and Values in Education, 2(1), 1-17. https://www.learntechlib.org/p/210570/

Noviyanti, I. N. (2019). Kurikulum 2013 Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Progresivisme. Journal of Mathematics and Mathematics Education, 9(1). 35-43. DOI: 10.20961/jmme.v9i1.48287

OECD. (2012). Equity and Quality in Education: Supporting Disadvantaged Students and Schools. OECD Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/9789264130852-en

OECD. (2016). Education in China, A Snapshot. OECD Publishing. https://www.oecd.org/education/Education-in-China-a-snapshot.pdf

Ornstein, A. C. & Hunkins, F. P. (2013). Curriculum Foundation ons. Prinsiples, and Issue. Boston: Pearson

Parisi, G. I., Kemker, R., Part, J. L., Kanan, C., & Wermter, S. (2019). Continual lifelong learning with neural networks: A review. Neural Networks, 113, 54-71. https://doi.org/10.1016/j.neunet.2019.01.012

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum 2013 (K13)

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN)

Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Nomor 16 Tahun 2016 tentang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Prodjo, W. A. (7 Mei 2020). Mendikbud Nadiem Makarim: Pendidikan Milik Masyarakat Bukan Hanya Pemerintah. Kompas. https://www.kompas.com/edu/read/2020/05/07/195658371/ mendikbud-nadiem-makarim-pendidikan-milik-masyarakat-bukan-hanya-pemerintah

Richey, R. C., Fields, D. C., & Foxon, M. (2001). Instructional design competencies: The standards. ERIC Clearinghouse on Information & Technology, Syracuse University, 621 Skytop Rd., Suite 160, Syracuse, NY 13244-5290.

Rosidin, U., Herpratiwi, Suana, W., & Firdaous, R. (2019). Evaluation of national examination (UN) and national-based school examination (USBN) in Indonesia. European Journal of Educational Research, 8(3), 827-837. http://doi.org/10.12973/eu-jer.8.3.827

Silverius, S. (2010). Kontroversi ujian nasional sepanjang masa. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 16(2), 194-205. https://core.ac.uk/download/pdf/322565988.pdf

Sharif, A., & Cho, S. (2015). 21st-Century Instructional Designers: Bridging the Perceptual Gaps between Identity, Practice, Impact and Professional Development. RUSC. Universities and Knowledge Society Journal, 12(3). pp. 72-85. http://dx.doi.org/10.7238/rusc.v12i3.2176

Shields, L., Newman, A., and Satz, D. (2017). Equality of Educational Opportunity. The Stanford Encyclopedia of Philosophy. https://plato.stanford.edu/archives/sum2017/ entries/equal-ed-opportunity/

Taba, H. (1962). Curriculum Development, Theory and Practice. New York: Harcourt Brace Jovanovitch, Inc.

Tsang, M. C. (2000). Education and national development in China since 1949: Oscillating policies and enduring dilemmas. China review, 579-618. https://www.jstor.org/stable/23453384

Yatmano, H. (29 Maret 2017). Ujian Sekolah Bocor Nasional (USBN). Republika, https://republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/onivwv396/ujian-sekolah-bocor-nasional-usbn

 

Submitted

Accepted

Published

: https://doi.org/10.56248/educativo.v1i1.7

25-04-2022

12-05-2022

14-05-2022

 

Loading...
Issue Details
Id Article Title Authors Vol Info Year
Id Article Title Authors Vol Info Year
Similar Articles
Loading...
Similar Article Headings
Loading...
Similar Books
Loading...
Similar Chapters
Loading...
Similar Thesis
Loading...

Similar News

Loading...