1
1
2022
1682060067944_2398
59-68
https://marostek.marospub.com/index.php/journal/article/download/14/38
https://marostek.marospub.com/index.php/journal/article/view/14
Abstract
This study aims to determine the effect of reinoculation of fungi and bacteria on Tithonia as a alley fence in improving soil physical properties. The method used in this research is Randomized Block Design (RAK) with 3 groups. The results of the study were tested statistically with the F test, if they were significantly different, it was continued with the Honestly Significant Difference (BNJ) test at the 5% level. The treatments in the field were: A = Control (titonia without microbial treatment), B = Mycorrhizae (mixture) + Azospirillum + Azotobacteria, C = Without titonia alley fence, D = Mycorrhiza (mixture) + JPF, E = Mycorrhizae (mixture) + BPF, F = Mycorrhizal (mixed) + BPF + JPF. The experiment used 6 treatments. The results showed that titonia as a alley fence reinoculated with a combination of mycorrhizae + Phosphate Solubilizing Fungi had the greatest ability to reduce runoff by about 165.2 m3/ha (73.86%) and soil eroded by 0.81 tons/ha (82.65%). Meanwhile, the highest soil volume weight was shown by treatment C (without titonia tunnel fence) of 0.83 g/cm3 and the lowest was in treatment D (mycorrhizal + JPF) of 0.72 g/cm3.
Keywords: reinoculation, fungi, bacteria, alley fencing and tithonia
PENDAHULUAN
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.8 juta ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Handayani & Karnilawati, 2018). Kesuburan alami Ultisol umumnya rendah, karena horizon A yang tipis dengan kandungan bahan organik yang rendah. Kendala lain Ultisol adalah sifat fisik yang jelek seperti stabilitas dan agregasi struktur tanah yang kurang mantap akibat kadar bahan oganik yang rendah (1,34-3,9%), sehingga peka terhadap erosi (Meli, Sagiman, & Gafur, 2018).
Degradasi tanah berdampak pada penurunan kualitas tanah dan diikuti oleh penurunan produktivitas lahan pertanian (Lal, 2015). Kondisi ini dapat terjadi dan dipercepat apabila pengelolaan lahan yang dilakukan tidak sepenuhnya tepat sehingga dapat memicu timbulnya erosi yang berlebihan (Kairis, Karavitis, Kounalaki, Salvati, & Kosmas, 2013). Rendahnya kualitas tanah dicirikan dengan sedikitnya kandungan bahan organik tanah, tingginya berat isi tanah, rendahnya porositas serta lambatnya laju infiltrasi (Utami, 2020).
Ultisol memiliki tingkat erosi yang sangat tinggi terutama bila dijadikan sebagai lahan pertanian intensif. Baran, Wieczorek, Mazurek, Urbański, & Klimkowicz-Pawlas (2018), melaporkan bahwa tingkat erosi pada Ultisol mencapai 0,5-1 ton/ha. Hal ini sangat membahayakan apabila diusahakan sebagai lahan pertanian intensif seperti untuk tanaman pangan. Namun, pengelolaan yang baik dapat menjadikan tanah ini lebih produktif dan dapat memperkecil tingkat erosi.
Pemanfaatan vegetasi sebagai penahan erosi salah satunya dapat dilakukan dengan cara budidaya lorong. Titonia (Tithonia diversifolia) merupakan gulma tahunan famili Asteraceae yang dapat tumbuh baik pada sembarang jenis tanah. Titonia atau Bunga Matahari Mexico berasal dari Mexico, dan sekarang telah tersebar secara luas di daerah tropis basah hingga daerah subtropis basah pada kawasan Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia dan Afrika. Gulma ini, mempunyai akar tunggang, batang lembut dengan anatomi menyerupai legum, sehingga mudah lapuk, dan bercabang sangat banyak. Kadar hara 2,1-3,92% N; 0,33-0,56% P; 1,64-2,82% K; 0,24-1,8% Ca; dan 0,28-0,87% Mg, dengan C/N sekitar 20 dan lignin sekitar 10%, sehingga layak dijadikan pupuk hijau (Błońska, Lasota, Szuszkiewicz, Łukasik, & Klamerus-Iwan, (2016).
Tingginya kandungan hara titonia sebagai tanaman yang dapat tumbuh baik pada tanah marginal disebabkan oleh adanya peranan mikroba yang hidup berasosiasi pada rhizosfir titonia (Hasibuan, Sarina, & Damayanti, 2021). Menurut Rozen, Gusnidar, & Hakim (2020) pada akar titonia terjadi infeksi jamur mikoriza (35-40%) dari kelompok Vesicular-Arbuscular Mycorrhizae (VAM), infeksi VAM pada akar meningkatkan luas permukaan akar dan penyerapan unsur hara khususnya P. Selain itu, tanah di bawah tegakan titonia mempunyai kesuburan biologi yang lebih baik. Jika titonia ini direinokulasikan dengan menggunakan jamur dan bakteri (mikroba) yang diisolasi dari rhizosfir titonia, apakah titonia tersebut akan mampu memperbaiki sifat fisika Ultisol daripada tanpa reinokulasi mikroba, masih perlu di teliti.
METODE
Percobaan menggunakan 6 perlakuan yang ditempatkan secara Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kelompok. Hasil penelitian diuji secara statitik dengan uji F, bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %. Perlakuan dirancang sebagai berikut:
A = Kontrol (titonia tanpa perlakuan
mikroba)
B = Mikoriza (campuran) + Azospirillum +
Azotobakter
C = Tanpa pagar Lorong Titonia
D = Mikoriza (campuran) + JPF
E = Mikoriza (campuran) + BPF
F = Mikoriza (campuran) + BPF + JPF
HASIL DAN PEMBAHASAN
Curah Hujan
Jumlah curah hujan dan jumlah hari hujan selama 4 bulan penelitian ditampilkan pada Tabel 1. Berdasarkan klasifikasi iklim Mohr (1975 cit Kartasapoetra, 1986) curah hujan tersebut termasuk bulan basah, karena curah hujan perbulan > 100 mm, sedangkan bulan kering dengan curah hujan perbulan < 60 mm.
Besarnya curah hujan, intensitas hujan dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan. Besarnya curah hujan adalah tinggi air yang jatuh pada suatu areal tertentu yang dinyatakan dalam liter persatuan luas atau secara umum dinyatakan dalam milimeter (mm) tinggi air (Kurniawan, 2020).
Tabel 1. Jumlah Curah Hujan Dan Jumlah Hari Hujan Selama Penelitian Bulan Januari Sampai April
Bulan |
Jumlah Hari Hujan (Hari) |
Jumlah Curah Hujan (mm) |
Januari Februari Maret April |
6 6 6 5 |
156.8 225.4 267.3 369.5 |
Curah hujan yang > 200 mm/bulan, akan memberi peluang besar untuk terjadinya aliran permukaan dan erosi yang lebih besar pula. Apakah pagar lorong titonia yang direinokulasi dengan berbagai kombinasi jamur dan bakteri akan dapat mengurangi aliran permukaan dan erosi, akan dijelaskan berikutnya.
Penutupan Tanah oleh Vegetasi
Dari hasil pengamatan secara visual, tanaman jagung dan titonia sebagai pagar lorong sudah menutup tanah sekitar 90 % sejak berumur 60 hari (Gambar 1). Perbedaan penutupan tanah yang sangat kecil antar perlakuan kecuali pada perlakuan tanpa pagar lorong (C) memberikan perbedaan yang nyata terhadap aliran permukaan dan erosi. Menurut Prawaka, Zakaria, & Tugiono (2016), tanaman yang menutupi permukaan tanah dengan rapat tidak hanya memperlambat aliran air, tetapi juga mencegah pengumpulan air secara cepat. Dengan demikian tanaman mampu mengurangi kehilangan tanah oleh air.
Renggono, (2017) menyatakan, bahwa permukaan tanah yang tertutup oleh vegetasi dapat menyerap energi tumbuk hujan sehingga mampu mempertahankan laju infiltrasi yang tinggi. Pengembalian sisa-sisa tanaman dan penambahan bahan organik lainnya sebagai mulsa di permukaan tanah mampu meningkatkan laju infiltrasi sebaik pengaruh vegetasi hidup. Hastuti, & Azzahra (2017), menyatakan, bahwa salah satu peranan vegetasi dalam mengurangi aliran permukaan adalah meningkatkan kapasitas menahan air. Maulidani, Ihsan, & Sulistiawaty (2015), menjelaskan bahwa efektifitas tanaman dalam mengurangi aliran permukaan dan erosi dipengaruhi oleh tinggi tanaman, kontinuitas daun, kerapatan tanaman dan sistim perakaran. Akar yang dalam serta banyak, juga dapat berperan dalam menahan air dan erosi. Cabang dan daun yang banyak serta rapat berfungsi menahan pukulan air hujan dan menggiring air hujan untuk turun melalui batang dan masuk bersama akar ke dalam tanah. Akhirnya aliran permukaan berkurang dan erosi menurun secara nyata.
Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah meliputi hujan, angin, limpasan permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng, penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya. Faktor-faktor tersebut dalam mempengaruhi erosi sebenarnya tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya, artinya bekerja secara simultan (Saputra, Mudjiatko, & Rinaldi, 2020). Vegetasi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi laju erosi pada suatu lahan. Besarnya erosi yang terjadi pada lahan tanaman ubi kayu dan jagung dibandingkan lahan tanpa tanaman dengan hasil lebih besar pada lahan tanpa tanaman daripada erosi pada lahan ubi kayu dan jagung. Hal ini dikarenakan pada lahan ubi kayu dan jagung, air hujan tidak langsung menumbuk tanah sehingga mengurangi kekuatan perusak air dan pada lahan dengan tanaman terjadi intersepsi oleh tajuk tanaman (Saputra, Mudjiatko, & Rinaldi, 2020).
Prawaka, Zakaria, & Tugiono (2016), menyatakan bahwa pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat di bagi dalam lima bagian, yakni (a) intersepsi hujan oleh tajuk tanaman, (b) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air, (c) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif, (d) pengaruh akar terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah, (e) transpirasi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang. Kelima faktor vegetasi pengendali erosi yang dikemukakan Prawaka, Zakaria, & Tugiono (2016), tersebut, tampaknya dipunyai oleh titonia. Oleh karena itu, titonia layak dijadikan tanaman pagar lorong yang sekaligus sebagai penghasil bahan organik dan unsur hara.
Gambar 1. Penutupan Tanah Oleh Jagung Pada Ultisol Yang Di Beri Titonia Sebagai Pagar Lorong
Keterangan :
A = Titonia Tanpa Reinokulasi Jamur Dan
Bakteri
B = Mikoriza + Azotobacter +
Azospirillium
C = Tanpa Pagar Lorong Titonia
D = Mikoriza + JPF
E = Mikoriza + BPF F = Mikoriza + JPF +
BPF
Bobot Volume Tanah
Hasil pengamatan berat volume tanah ditampilkan pada tabel 2. Berdasarkan kriteria sifat kimia memperlihatkan bahwa berat volume tanah tergolong sedang yang berkisar antara 0,72-0,83gram/cm3. Nilai berat volume ini sudah sedikit lebih rendah dari berat volume awal Ultisol, karena pada penanaman sebelumnya tanah ini telah di beri perlakuan bahan organik. Berat volume Ultisol sebelum di beri perlakuan sebesar 1.02g/cm3. Berat volume tanah tertinggi diperlihatan oleh perlakuan C (tanpa pagar lorong titonia) sebesar 0.83g/cm3 dan yang terendah pada perlakuan D (mikoriza + JPF) sebesar 0.72g/cm3.
Tabel 2. Berat Volume Tanah Selama 4 Bulan Akibat Pengaruh Pengembalian Pangkasan Titonia Sebagai Pagar Lorong
No |
Perlakuan |
Bobot Pangkasan Titonia (Kg) |
Berat Volume (G/Cm3) |
1 |
A= Kontrol (Tanpa Jamur Dan Bakteri) |
2.05 |
0.78s |
2 |
B= Mikoriza + Azotobacter +Azospirillium |
2.45 |
0.76s |
3 |
C= Tanpa Pagar Lorong Titonia |
- |
0.83s |
4 |
D= Mikoriza + JPF |
2.7 |
0.72s |
5 |
E= Mikoriza + BPF |
2.75 |
0.75s |
6 |
F= Mikoriza + JPF + BPF |
2.65 |
0.74s |
Ket : S = Sedang
Berat volume tanah yang sedikit lebih rendah pada perlakuan pagar lorong dengan titonia (A, B, D, E, dan F) dibandingkan tanpa pagar lorong, disebabkan oleh penambahan pangkasan titonia sebagai sumber bahan organik ke dalam lorong. Adapun fungsi bahan organik, yaitu memperbaiki sifat fisik tanah dan salah satunya dapat memperkecil bobot volume tanah. Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami dekomposisi dan menjadi sumber energi bagi organisme tanah, yang mana proses dekomposisi bahan organik tersebut akan mengakibatkan terjadinya pembutiran agregat-agregat tanah. Terbentuknya pembutiran pada tanah menyebabkan ruang pori semakin banyak sehingga berat volume tanah menjadi rendah. Pemberian bahan organik kedalam tanah dapat meningkatkan jumlah ruang pori tanah dan membentuk struktur tanah yang remah sehingga akan menurunkan berat isi tanah.
Petunjuk kepadatan tanah, makin poros atau gembur suatu tanah makin rendah BV nya, yang berarti makin mudah meneruskan air atau di tembus akar tanaman. Kegemburan tanah akan langsung mempengaruhi kapasitas penyerapan air dan penerobosan akar tanaman kedalam tanah untuk mengintensifkan penyerapan udara, air dan unsur hara. Selanjutnya juga berperan dalam mengurangi aliran permukaan dan tanah tererosi.
Nilai bobot volume tanah pada titonia sebagai pagar lorong yang direinokulasi dengan jamur dan bakteri lebih kecil dibandingkan tanpa reinokulasi (Tabel 2) karena pengaruh dari besarnya pangkasan titonia yang dikembalikan sebagai mulsa. Titonia tanpa reinokulasi jamur dan bakteri menghasilkan bahan kering yang lebih rendah, berarti pengembalian pangkasan titonianya lebih kecil dibandingkan reinokulasi jamur dan bakteri. Titonia yang direinokulasi jamur dan bakteri bobot pangkasan titonia 2.45-2.75kg, sedangkan titonia tanpa reinokulasi hanya 2.05kg. Semakin banyak pengembalian pangkasan titonia sebagai mulsa, maka akan semakin banyak sumbangan bahan organik kedalam tanah, maka BV akan semakin kecil.
Jumlah Aliran Permukaan dan Tanah Tererosi
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa titonia sebagai pagar lorong yang direinokulasi dengan jamur dan bakteri berpengaruh nyata terhadap penurunan aliran permukaan dan tanah tererosi. Hasil pengamatan jumlah aliran permukaan dan tanah tererosi ditampilkan pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Jumlah Aliran Permukaan Pada Ultisol Selama 4 Bulan Yang Dipengaruhi Oleh Titonia Sebagai Pagar Lorong Yang Direinokulasi Dengan Jamur Dan Bakteri
No |
Perlakuan |
Aliran Permukaan (m3/ha) |
Penurunan Terhadap Kontrol (%) |
1 |
A= Titonia Tanpa Jamur Dan Bakteri |
223.68 b |
45.39 |
2 |
B= Mikoriza + Azotobacter+ Azospirillium |
95.44 c |
76.70 |
3 |
C= Tanpa Pagar Lorong Titonia (Kontrol) |
409.61 a |
0.00 |
4 |
D= Mikoriza + JPF |
58.48 e |
85.72 |
5 |
E= Mikoriza + BPF |
61.02 d |
85.10 |
6 |
F= Mikoriza + JPF + BPF |
59.01 e |
85.59 |
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%.
Dari Tabel 3 dan 4 dapat di lihat bahwa pagar lorong titonia tanpa reinokulasi (A) maupun titonia yang direinokulasi jamur dan bakteri (B, D-F) memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan aliran permukaan dan tanah tererosi. Titonia tanpa reinokulasi jamur dan bakteri (A) sebagai pagar lorong dapat mengurangi aliran permukaan secara nyata sebesar 185.93 m3/ha (45. 39 %) dan mengurangi tanah tererosi sebanyak 1.07 ton/ha (52.20 %) dibandingkan perlakuan tanpa pagar lorong (kontrol).
Tabel 4. Jumlah Tanah Tererosi Pada Ultisol Limau Manis Selama 4 Bulan Yang Dipengaruhi Oleh Titonia Sebagai Pagar Lorong Yang Direinokulasi Dengan Jamur Dan Bakteri
No |
Perlakuan |
Tanah Tererosi (Ton/Ha) |
Penurunan Terhadap Kontrol (%) |
1 |
A=Titonia Tanpa Jamur Dan Bakteri |
0.98 b |
52.20 |
2 |
B= Mikoriza + Azotobacter + Azospirillium |
0.39 c |
80.97 |
3 |
C=Tanpa Pagar Lorong Titonia (Kontrol) |
2.05 a |
0.00 |
4 |
D= Mikoriza + JPF |
0.17 e |
91.71 |
5 |
E=Mikoriza + BPF |
0.18 d |
91.22 |
6 |
F= Mikoriza + JPF + BPF |
0.17 e |
91.71 |
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%.
Penurunan tersebut dapat disebabkan oleh dua mekanisme. Pertama, akibat hambatan dari perakaran dan batang pagar lorong titonia yang berfungsi sebagai tanggul. Kedua, akibat hambatan dari pangkasan titonia yang dijadikan mulsa, karena ketika tanaman lorong berumur 1 bulan, titonia yang telah berumur 2 bulan dipangkas dan dimulsakan di antara baris tanaman. Akibatnya jumlah aliran permukaan tanah pada perlakuan tersebut berkurang dan partikel-partikel tanah yang hanyut bersama aliran permukaan sebahagian mengendap, sehingga tanah tererosi juga berkurang. Penerapan metode konservasi secara vegetatif dengan sistem budidaya lorong dapat menurunkan laju erosi tanah sebesar 0,7 ton per hektar per tahun dan aliran permukaan sebesar 1,51 m3 per hektar per tahun pada musim ke-VI penanaman dengan produksi jagung 0,73 ton per hektar.
Pengembalian pangkasan titonia sebagai mulsa pada perlakuan titonia tanpa reinokulasi jamur dan bakteri menyebabkan penurunan aliran permukaan dan tanah tererosi jika dibandingkan kontrol tanpa pagar lorong titonia. Beberapa hasil penelitian pencegahan erosi pada tanah masam terutama pada tanah Ultisol berlereng 3–15% menunjukkan bahwa penggunaan sisa-sisa tanaman (jerami padi dan jagung) sebagai mulsa yang disebarkan di atas permukaan tanah pada lahan pertanaman pangan menurunkan laju erosi tanah sebesar 89 sampai hampir 100%. Pemberian mulsa jerami dapat menekan laju erosi sebesar 75,6% pada saat pertumbuhan vegetatif tanaman dan 14,8% pada saat pertumbuhan generatif.
Selain itu, perakaran titonia sebagai pagar lorong juga memainkan peranan di dalam menurunkan aliran permukaan, seperti yang diungkapkan oleh Handayani, & Karnilawati (2018), bahwa akar-akar tanaman berperan untuk memperbesar kapasitas infiltrasi tanah, serta dapat meningkatkan aktifitas biota tanah yang akan memperbesar porositas tanah serta stabilitas agregat tanah, sehingga dapat menurunkan aliran permukaan.
Pengaruh reinokulasi jamur dan bakteri terhadap titonia sebagai pagar lorong dapat mengurangi aliran permukaan sebesar 128.24 m3/ha (57.33%) - 165.2 m3/ha (73.86%) dan tanah tererosi sebanyak 0.59 ton/ha (60.20%) - 0.81 ton/ha (82.65%) dibandingkan titonia tanpa reinokulasi jamur dan bakteri. Pengaruh gabungan reinokulasi terbaik dalam menurunkan aliran permukaan dan tanah tererosi diperlihatkan oleh gabungan mikoriza + JPF (D) senilai 165.2 m3/ha (73.86%) untuk aliran permukaan dan penurunan tanah tererosi sebesar 0.81 ton/ha (82.65%). Penurunan aliran permukaan dan tanah tererosi dibawahnya disebabkan oleh reinokulasi gabungan mikoriza + JPF + BPF (F) sebesar 164,67 m3/ha (73.62%) aliran permukaan dan 0.81 ton/ha (82.65%) untuk tanah tererosi.
Dalam hal ini D dan F secara angka-angka berbeda, namun secara statistik berbeda tidak nyata. Dengan kata lain ke duanya memberikan pengaruh yang sama besarnya dalam memperkecil aliran permukaan dan tanah tererosi. Gabungan mikoriza + BPF (E) menurunkan aliran permukaan sebesar 162.66 m3/ha dan tanah tererosi sebesar 0.80 ton/ha (81.63 %). Gabungan mikoriza + Azotobater + Azospirillium (B) menurunkan aliran permukaan sebesar 128.24 m3/ha (57.33 %) dan tanah tererosi sebesar 0.59 ton/ha (60.20 %) bila dibandingkan dengan titonia tanpa reinokulasi jamur dan bakteri (A).
Reinokulasi gabungan perlakuan mikoriza + JPF memberikan penurunan aliran permukaan dan tanah erosi yang lebih besar (165.2 m3/ha) atau 73.86 % dan tanah tererosi (0.81 ton/ha) atau 82.65 % dibandingkan perlakuan lain, karena dari pertumbuhan dan bahan kering memperlihatkan pertumbuhan dan jumlah bahan kering yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan lain ( A, B, E dan F). Pertumbuhan titonia yang bagus dan bahan kering yang lebih tinggi, berarti memiliki biomassa yang lebih besar, daun yang lebih rimbun, ukuran daun yang lebih lebar, jumlah cabang yang lebih banyak sehingga penutupan lahannya lebih maksimal dan energi butir-butir hujan yang jatuh akan teredam oleh tajuk titonia ketika sampai di permukaan tanah akibatnya kekuatan perusak butir-butir hujan berkurang dan menjadi lebih kecil dari energi hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah, akhirnya aliran permukaan dan erosi menjadi kecil. Handayani, & Karnilawati (2018), menambahkan bahwa perlindungan tanah oleh kanopi tanaman yang lebih sempurna dari pukulan butir-butir hujan, maka kerusakan tanah yang terjadi akan lebih sedikit. Dengan sendirinya pori aerase lebih baik dan permeabilitas akan semakin besar.
Semakin luas atau rapat tajuk tanaman semakin banyak air hujan yang dapat di tahan sementara oleh tanaman. Karena ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanaman, tidak langsung mengalir ke permukaan tanah, melainkan di tampung oleh tajuk, batang dan cabang. Setelah jenuh dengan air maka selanjutnya menetes ke tajuk, batang dan cabang di bawahnya sebelum akhirnya ke permukaan tanah atau bahkan diuapkan kembali ke atmosfer sebagai air intersepsi tajuk. Badaruddin, Kadir, & Nisa (2021) mengemukakan, bahwa intersepsi dianggap faktor penting dalam daur hidrologi. Karena berkurangnya air hujan yang sampai di permukaan tanah oleh adanya proses intersepsi adalah cukup besar, yaitu 35-55 %. Dengan demikian dapat dinyatakan, bahwa semakin rapat tajuk titonia berarti semakin banyak jumlah air hujan yang dapat ditahan sementara oleh tanaman, sehingga kesempatan untuk terjadinya penguapan juga menjadi lebih besar dan pada akhirnya aliran permukaan dan tanah tererosi menjadi kecil. Inilah yang menyebabkan aliran permukaan dan tanah tererosi pada perlakuan mikoriza + JPF (D) kecil.
Lebih tingginya bahan kering yang dihasilkan pada perlakuan gabungan mikoriza + JPF, berarti semakin banyak yang dikembalikan sebagai mulsa. Adapun fungsi mulsa yaitu melindung tanah dari pukulan air hujan, mempertahankan kandungan bahan organik, menekan erosi dan mengurangi evaporasi tanah sehingga kelembaban tanah terjaga. Sejalan dengan penelitian oleh Saputra, Mudjiatko, & Rinaldi (2020), mengemukakan, bahwa pemberian mulsa mengakibatkan kecepatan aliran permukaan berkurang, sehingga kapasitas transportasi aliran menurun. Karena permukaan tanah yang tertutup mulsa tidak mudah larut dan terbawa air. Selain itu, berat volume tanah (Tabel 2) lebih rendah dibandingkan perlakuan lain. Semakin rendah BV makin poros suatu tanah, berarti semakin mudah di tembus oleh akar tanaman dan kapasitas infiltrasi makin tinggi, yang pada akhirnya dapat mengurangi aliran permukaan dan tanah tererosi. Dari percobaan ini dapat di lihat, bahwa dengan adanya tanaman pagar titonia yang direinokulasi dengan jamur dan bakteri sangat mempengaruhi terhadap besarnya erosi dan aliran permukaan.
Rendahnya kemampuan dari titonia yang direinokulasi dengan mikoriza + Azotobacter + Azospirillium dalam mengurangi aliran permukaan dan tanah tererosi disebabkan oleh pertumbuhan titonia sedikit lebih kecil di bandingkan perlakuan D-F, sehingga air hujan yang jatuh lebih banyak menjadi air lolos tajuk yang akan jatuh ke permukaan tanah dan kerusakan oleh butir-butir hujan terhadap permukaan tanah menjadi tinggi. Butir-butir hujan dapat menghancurkan agregat tanah menjadi partikel-partikel halus dan menutupi pori-pori tanah. Akibatnya air infiltrasi terhambat dan aliran permukaan meningkat yang berarti erosi juga akan meningkat. Selain itu, bahan kering yang dikembalikan juga lebih rendah.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat di ambil kesimpulan bahwa titonia sebagai pagar lorong yang direinokulasi dengan gabungan mikoriza + Jamur Pelarut Fosfat mempunyai kemampuan terbesar dalam mengurangi aliran permukaan sekitar 165.2 m3/ha (73.86%) dan tanah tererosi sebanyak 0.81 ton/ha (82.65%). Kemudian, sedikit dibawahnya adalah gabungan mikoriza + Bakteri Pelarut Fosfat, atau gabungan mikoriza + Jamur Pelarut Fosfat + Bakteri Pelarut Fosfat. Kedua gabungan reinokulasi tersebut berturut-turut mengurangi aliran permukaan sebanyak 162.66 m3/ha (72.72%) dan 164.67 m3/ha (73.62%) serta mengurangi tanah tererosi sebanyak 0.80 ton/ha (81.63%) dan 0.81 ton/ha (82.65%), bila dibandingkan terhadap kontrol. Sedangkan Berat volume tanah tertinggi diperlihatan oleh perlakuan C (tanpa pagar lorong titonia) sebesar 0.83 g/cm3 dan yang terendah pada perlakuan D (mikoriza + JPF) sebesar 0.72 g/cm3.
Baran, A., Wieczorek, J., Mazurek, R., Urbański, K., & Klimkowicz-Pawlas, A. (2018). Potential Ecological Risk Assessment And Predicting Zinc Accumulation In Soils. Environmental Geochemistry and Health, 40(1), 435–450.
Badaruddin, B., Kadir, H., & Nisa, K. (2021). Hidrologi Hutan. Kalimantan Selatan: CV. BATANG.
Błońska, E., Lasota, J., Szuszkiewicz, M., Łukasik, A., & Klamerus-Iwan, A. (2016). Assessment of Forest Soil Contamination In Krakow Surroundings In Relation To The Type of Stand. Environmental Earth Sciences.https://doi.org/10.1007/s12665-016-6005-7.
Handayani, S., & Karnilawati, K. (2018). Karakterisasi Dan Klasifikasi Tanah Ultisol Di Kecamatan Indrajaya Kabupaten Pidie. Jurnal Ilmiah Pertanian, 14(2), 52-59.
Hasibuan, I., Sarina, S., & Damayanti, A. (2021). Pemanfaatan Gulma Titonia (Tithonia Diversifolia) Sebagai Pupuk Organik Pada Tanaman Jagung Manis (Utilization The Weed of Titonia (Tithonia diversifolia) as Organic Fertilizer On Sweetcorn). Jurnal Agroqua, 19(1), 55-63.
Hastuti, M. I., & Azzahra, A. N. (2017). Pemanfaatan Data Satelit Himawari-8 Untuk Estimasi Curah Hujan dengan Metode Autoestimator di Kalianget, Madura. Seminar Nasional Penginderaan Jauh, (November 1977), 441–447
Kairis, O., Karavitis, C., Kounalaki, A., Salvati, L., & Kosmas, C. (2013). The Effect of Land Management Practices On Soil Erosion And Land Desertification In An Olive Grove. Soil Use and Management, 29(4), 597-606. doi :10.1111/sum/12074
Kurniawan, A. (2020). Evaluasi Pengukuran Curah Hujan Antara Hasil Pengukuran Permukaan (AWS, HELLMAN, OBS) dan Hasil Estimasi (Citra Satelit =GSMaP) Di Stasiun Klimatologi Mlati Tahun 2018. Jurnal Geografi, Edukasi dan Lingkungan (JGEL), 4(1), 1-7. Doi: https://doi.org/10.29405/jgel.v4i1.3797
Maulidani, S., Ihsan, N., & Sulistiawaty. (2015). Analisis Pola Dan Intensitas Curah Hujan Berdasakan Data Observasi Dan Satelit Tropical Rainfall Measuring Missions (Trmm) 3B42 V7 Di Makassar. Sains Dan Pendidikan Fisika, 1(April), 98–103.
Meli, V., Sagiman, S., & Gafur, S. (2018). Identifikasi Sifat Fisika Tanah Ultisols Pada Dua Tipe Penggunaan Lahan Di Desa Betenung Kecamatan Nanga Tayap Kabupaten Ketapang. Perkebunan dan Lahan Tropika, 8(2), 80-90.
Lal, R. (2015). Restoring Soil Quality To Mitigate Soil Degradation. Sustainability, 7(5), 5875-5895. doi: 10.3390/su7055875
Prawaka, F., Zakaria, A., & Tugiono, S. (2016). Analisis Data Curah Hujan Yang Hilang Dengan Menggunakan Metode Normal Ratio, Inversed Square Distance, Dan Cara Rata-Rata Aljabar (Studi Kasus Curah Hujan Beberapa Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung). Jurnal Rekayasa Sipil Dan Desain, 4(3), 397–406.
Renggono, F. (2017). Pengamatan Kejadian Hujan Dengan Disdrometer Dan Micro Rain Radar Di Serpong. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 18(1), 1–7.
Rozen, N., Gusnidar, G., & Hakim, N. (2020). Organic Fertilizer Titonia Plus and Micro Nutrients Improved Rice (Oryza sativa L.) Production in Koto Panjang and Koto Tingga, Padang City, West Sumatera, Indonesia. Journal of Tropical Crop Science, 7(01), 22–27. https://doi.org/10.29244/jtcs.7.01.22-27
Saputra, B., Mudjiatko, M., & Rinaldi, R. (2020). Identifikasi Potensi Erosi Dan Besar Sedimentasi Pada Das Kaiti. Jom FTEKNIK, 7(2), 1-12.
Utami, D. N. (2020). Analisis Indeks Kualitas Tanah Dalam Upaya Mengatasi Degradasi Lahan Di Kabupaten Nganjuk. Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, 15(2), 96-106.
Submitted |
Accepted |
Published |
: https://doi.org/10.56248/marostek.v1i1.14 |
04-07-2022 |
11-07-2022 |
12-07-2022 |
Article Title | Authors | Vol Info | Year |
Volume 1 Issue 1 | 2022 | ||
Volume 1 Issue 1 | 2022 | ||
Volume 1 Issue 1 | 2022 | ||
Volume 1 Issue 1 | 2022 | ||
Volume 1 Issue 1 | 2022 | ||
Volume 1 Issue 1 | 2022 | ||
Volume 1 Issue 1 | 2022 | ||
Article Title | Authors | Vol Info | Year |